Sejarah Kebudayaan Islam di Indonesia

PENDAHULUAN

Menjelaskan wajah kebudayaan Islam dibelahan bumi ini, maka akan muncul format kebudayaan Islam yang sangat beragam. Salah satunya adalah kebudayaan islam nusantara. Penyebaran Islam yang lebih menggunakan jalur Kultural, damai dan anti kekerasan telah memberi warna dikemudian hari terhadap format kebudayaan Islam di Nusantara ini, yang selanjutnya menjadi pola tradisi dan perilaku bagi kehidupan sosial budaya masyarakat nusantara. Akan tetapi, derasnya arus globalisasi yang ditandai oleh dominasi pasar, media dan modal belakangan ini tidak bisa dipungkiri memberikan dampak terhadap pola kebudayaan Islam Nusantara ketika awal masuk Islam, kini sekarang mengalami perubahan-perubahan tertentu. 

Bagaimana bentuk kebudayaan dan penyebaran Islam di Nusantara tempo dulu, serta pergeseran nilai yang terjadi akibat dari arus globalisasi, dan bagaimana format serta strategi membangun kebadayaan Nusantara dimasa depan. 

A. Sejarah Kebudayaan Islam di Indonesia 
Sejarah kebudayaan aceh, sebagai tempat pertama bertapak Islam di Indonesia, identik dengan sejarah kebudayaan Islam di Nusantara atau dengan ibarat lain bahwa sejarah kebudayaan Aceh ialah awal sejarah kebudayaan Islam di Indonesia, bahkan di Asia Tenggara, karena di Aceh-lah sejarah kebudayaan Islam memulai sejarahnya di Asia Tenggara. 

Dasar yang bisa dijadikan landasan awal sejarah kebudayaan Islam adalah surat Al-Alaq ayat 1-5 yang disimpulkan :
1. Keimanan atau kepercayaan kepada Allah Tuhan Yang Maha Esa
2. Ilmu Penmgetahuan 
3. Universal artinya wawasannya luas, mencakup manusia seluruhnya 
4. Kemanusiaan yang beradab dan bertamaddun 
5. Kasih sayang atau Persaudaraan umat Islam
Kebudayaan Islam di Indonesia mempunyai dasar dan asas yang sama dengan kebudayaan Islam dimanapun dipermukaan bumi ini. Tetapi ia juga mempunyai corak dan warna kebudayaan Islam dari bangsa-bangsa lain. 

Demikian pula kebudayaan Islam di Aceh, di tempat mana ia memulai sejarahnya di Nusantara, mempunyai corak dan warna khusus yang berbeda dengan corak dan warna kebudayaan Islam dari suku-suku bangsa Indonesia yang lain. 

Sejak terjadinya Kerajaan Samudera Pasai sampai Kerajaan Kembang Gowo-Tallo di Islamkan, terjadi 3 pola “Pembentukan Budaya” yaitu :

a. Pola Samedera Pasai : yaitu perubahan dari supra desa menjadi Negara yang terpusat. Pada awlnya, kekuasaan Kerajaan Samudera Pasai masih kecil, tetapi terus menerus bertambah sehingga memegang hegemoni politik. Samudera Pasai menjadi pusat penjajahan agama. 

Konsekuensinya, samudera Pasai memiliki kebebasan budaya untuk memformalisasikan struktur dan system kekuasaan yang menggambarkan keberadaan dirinya. Pola ini juga berlaku dalam kelahiran Kerajaan Aceh Darussalam.

b. Pola Sulawesi Selatan : yaitu pola ketika Islamisasi diawali di Keraton. Setelah Raja dan golongan bangsawan masuk Islam, rakyatnya-pun mengikuti sehingga tidak raja ada persoalan legitimasi (structural dan cultural. Pola ini berlaku untuk Kerajaan Ternate, Barjarmasin dan sebagainya. 

c. Pola Jawa yaitu Islam tampil sebagai penentang kekuasaan yang ada. Pada mulanya, pusat-pusat kekuasaan Islam tumbuh dipesisir yaitu demak, Jepara, Rembang, Tuban, Gersik dan Surabaya, bertambah kekuasaannya seiring dengan pudarnya kekuasaan Kerajaan Majapahit. Mereka mulai menjauhkan diri dari pusat kekuasaan di pedalaman. Pada saat Majapahit semakin lemah, Kerajaan Demak melancarkan perlawanan dan akhirnya, dengan pimpinan Sunan Kudus, berhasil menggantikannya sekitar tahun 1520-an. Dengan demikian, timbullah dilema kultural karena telah mapannya system politik yang lama orang baru dalam bangunan lama merupakan persoalan serius yang dihadapi oleh Kerajaan Demak, Pajang, dan kemudian Mataram.  

Ketiga pola ini memiliki kesamaan yaitu : dominannya peranan Negara sebagai “Jembatan” Proses Islamisasi di wilayah kedaulatannya. Perbedaannya, dalam 2 pola yang pertama berbentuk tradisi integrasi yang mulai mantap pada abad ke-17 disini tidak terjadi perubahan struktur. Dengan mulus, Islam menjadi tradisi khas bagi masyarakat. 

B. Tujuan Terbentuknya Kebudayaan Islam di Indonesia 
1. Membangun Perdamaian dunia 
2. Membina persaudaraan dan hidup berdampak secara rukun 
3. Menciptakan kemakmuran dan keadilan untuk semua manusia 
4. Membuat manusia hidup bahagia, tentram tanpa ada ketakutan dalam bentuk apapun.
Dengan adanya kebudayaan, maka tidak terdiri dari satu suku, juga tidak hanya dari satu bangsa tidak juga dalam satu warna kulit dan juga tidak dalam wajah adat kebiasaan yang sama. Kebudayaan boleh berbedam akan tetapi dari kebdayaan yang berbeda itu ialah untuk membina saling pengertian dan saling kenal. 

C. Beberapa Tradisi atau Kebudayaan Islam 
Dalam penyebaran Islam, upacara-upacara tradisi terkait dengan usaha pengislaman penduduk Jawa melalui “Pembumian ajaran Islam sedikitnya masih tersisa pada upacara gerebek sero dan gerebek mulut, yakni upacara peringatan hari Asyuro, Tahun baru Islam dibulan Muharram dan Upacara peringatan hari lahir (Maulid) Nabi Muhammad yang diselenggarakan di Keraton-keraton Jawa. Tradisi ini sudah dijalankan sejak masa kadipaten Demak di seperempat akhir abad 14 Masehi. Bahkan usaha pembumian ajaran Islam yang dilakukan pra-penyebaran Islam itu, terlihat pada upaya-upaya mengalihkan Amaliah ibadah yang meliputi 3 hal pokok kea rah Islam yaitu : 

1. Kebiasaan “Samadhi” sebagai puji mengheningkan cipta diubah menjadi shalat wajib.
2. Kebiasaan sesaji dan “Katutug” diubah menjadi pembarian shodoqah.
3. Yang meniru dewa dalam upacara perkawinan seperti ; menanam pohon kepala “Dewa Dadu”, menambuh gamelan Lokananta, nyanyian wanita yang mengeluh-elukan kehadiran dewa dalam gerak tari “Tayuban” dihlangkan dengan jalan kebijaksanaan sehingga dapat membuka hati rakyat banyak (Zarkasi, 1997: 63-64)

Penyampaian aqidah dan hukum islampun banyak dilakukan melalui naskah-naskah bernuansa tasawuf seperti suluk serat dalam bentuk tambang seperti suluk wajil, suluk malang Sumirang, suluk kadis, suluk ngasmara, suluk sukarsa, serat nitimani, serat cabolek, serat wirit, bahkan penyebaran ajaran Islam yang paling cepat mendapat sambutan positif dari penduduk setempat adalah yang dilakukan melalui pertunjukan-pertunjukan seni seperti wayang porwa, wayang krucil kentrung, jumbling, rebana, sintren, jaranan, yang sebelumnya tak dikenal masyarakat di era Majapahit.  

D. Membentuk Bidang Islam Nusantara
Membentuk budaya Islam berarti mewujudkan nilai-nilai Islam kedalam perilaku sehari-hari yaitu. Menjadikan nilai-nilai Islam sebagai bagian interen bagi kehidupan seseorang, keluarga, masyarakat atau bangsa di Indonesia. 
Dalam upaya mewujudkan nilai-nilai Islam kedalam perilaku kita, dapat dilakukan dengan cara :

Pertama, lewat pendidikan karena melalui pendidikan merupakan instrument paling andal untuk melakukan internalisasi nilai-nilai Islam. Kedua, upaya infrastrukturisasi nilai-nilai Islam yang terjadi pada masyarakat. Sebab pada tingkat infrastrukturisasi nilai-nilai atau pesan-pesan Islam sudah memasuki wilayah publik dan mulai bernuansa Universal.


KESIMPULAN

Awal masuknya kebudayaan Islam beriringan dengan awal masuknya itu sendiri. Masuknya kebudayaan Islam ditandai dengan adanya Kerajaan Samudera Pasai sampai Kerajaan Kembar Gowo-Talo di Islamkan hal ini disebabkan karena ada 3 pola pembentukan budaya : 
1. Pola Samudera Pasai
2. Pola Sulawesi Selatan 
3. Pola Jawa 
Terbentuknya kebudayaan bertujuan membentuk perdamaian dunia, membina persaudaraan dan hidup bardampingan secara rukun, menciptakan kemakmuran dan keadilan untuk semua manusia, membuat manusia hidup bahagia, tentram tanpa ada kekuatan dalam bentuk apapun. 
Surat al-Alaq ayat 1-5 adalah landasan kebudayaan Islam terbentuk

DAFTAR PUSTAKA

AA. Hasjmy, Sejarah Kebudayaan Islam di Indonesia, Jakarta: PT. Bulan Bintang 1990
__ __ __, Sejarah Kebudayaan Islam di Indonesia, PT. Bulan Bintang, 1990
Sunyoto, Agus, Sunan Raja Surabaya Membaca Kembali Dinamika Perjanjian Dakwah Islam di Jawa Abad XIV
Thaba, Abdul Aziz, Islam dan Negara dalam Politik Orde Baru, Jakarta: Gama Insani Press.
Yaitim, Badri, Sejarah Peradapan Islam, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada 
read more “Sejarah Kebudayaan Islam di Indonesia”

Tasawuf

Taswuf adalah salh satu khazanah intelektual muslim yang kehadirannya hingga saat ini semakin dirasakan khazanah pemikiran dan pandangannya, dibidang tasawuf itu kemudian menemukan momentum pengembangannya dalam sejarah, yang antara lain ditandai oleh munculnya sejumlah ulama’ besar dalam era tasawuf . Menurut riwayat hidup para sufi,dzu nun al-misri dikenal sebagai seorang si yang ilmunya luas, kerendahan hati, dan budi pekertinya yang baik. Dalam bidang tasawuf beliau dianggap penting, karena beliau adalah orang pertama di mesir yang membahas masalah maqamat dan ahwal para wali. Serta memahami definisi tauhid dengan pengertian yang bercorak sufistik, beliua mempunyai pengaruh besar terhadap pembentukan pemikiran tasawuf. Sejumlah penulis banyak menyebutkan beliau sebagai salah seorang peletak dasar-dasar tasawuf. 


1.1 RUMUSAN MASALAH 

1.2.2. siapakh dzu nun al-misri itu?
1.2.3. bagaimana pemikiran taswuf dari dzu nun al-misri itu?
1.2.4. apa corak pemikiran dzu nun al-misri itu?
1.2.5. karya apakah yang dihasilkan oleh dzu nun al-misri itu?

Demikian rumusan masalah yang dapat kami tulis, adapun yang lain yaitu terakhir dari dalam pembahasan makalah.

BAB II
PEMBAHASAN

1. BIOGRAFI
Dzu nun al-misri adalah mana julukan bagi seoarang sufi yang tinggal disekitar pertengahan abad III H. nama lengkap beliau adalah abu al-faidh sauban bin ibrohim, ia dilahirkan di ekhmim kawasan mesir hulu, pada tahun 180 H/796 M. dan beliau wafat pada tahun 246 H/856 M. julukan dzu nun al-misri diberikan kepadanya sehubungan dengan berbagai kekeramatannya yang allah berikan kepada beliau, diantaranya dzu nun al-misri pernah mengeluarkan seorang anak dari dari perut buaya disungai nil dalam keadaan selamat.

Asal mula al-misri tidak banyak diketahui oleh masyarakat sekitar, tetapi riwat tentang beliau sebagai seorang sufi banyak diutarakan dikalangan masyrakat luas, dalam perjalanannya beliau selalu berpindah pindah dari satu tempat ketempat lain, dzu nun al-misri pernah menjelajahi berbagai daerah dimesir dintaranya beliua mengunjungi bait al-maqdis, baqdad, mekah, pegunungan libanun dan lembah kan’an. 
Pada tahun 214 H/829 M, beliau ditangkap dengan tuduhan zindiq, akibatnya beliau dipanggil menghadap kholifah al-mutawakkil, namun beliau dibebaskan dan dipulagkan kemesir dengan penuh penghormatan, kedudukan dzu nun al-misri itu diakui sebagai wali secara umum tatkala beliau meninggalkan dunia yang fana ini. 

2. PEMIKIRAN TASAWUF
 Dzu nun al-misri memiliki sistematika sendiri tentang jalan menuju ma’rifat, beliau menyebutkan bahwa jalan itu ada dua macam yaitu:  
• Thariq al-inabah adalah jalan yang harus dimulai dengan cara iklas dan benar.
• Thariq al-ihtiba’ adalah jalan yang tidak mensyaratkan apapun kepada seseorang karena hanya urusan allah semata.

 Dzu nun al-misri memperoleh ma’rifat bukan dengan caranya sendiri melinkan dengan bantuan allah, kalau bukan karena bantuannya dzu nun al-misri tidak mungkin mengenal maqam al-ma’rifat.
 Menurut pengalamannya, sebelum sampai maqam ma’rifat dzu nun al-misri melihat tanda tanda kebesaran-Nya yang terdapat dialam semesta ini. dzu nun al-misri itu menunjukkan bahwa ma’rifat tidak diperoleh begitu saja, akan tetapi merupakan pemberian allah, rahmat dan ni’mat dari-nya.  

3. CORAK PEMIKIRAN 
 Corak pemikiran dzu nun al-misri termasuk irfani sebab dalam fenomena ini merupakan gejala yang sulit dan tidak mudah didefinisikan, doctrinal irfani ini merupakan pengalaman rohani seseoarang yang lebih menekankan pengunaan dzauq dari pada rasio, sehingga sifatnya sangat personal dan subjktif. 
 Dalam ajaran tasawuf, dzu nun al-misri dipandang sebagai pelopor paham ma’rifat walaupun istilah ma’rifat sudah lama dikenal sebelum beliau, namun pengertian ma’rifat versi khas tasawuf beliau barulah dikenal dengan munculnya konsep tasawuf dzu nun al-misri itu. 

 dzu nun al-misri itu memperkenalkan corak baru tentang ma’rifat dalam bidang sufisme islam, yang pertama yaitu:
1. a. Ma’rifat sufiah ialah: pendekatan yang biasa diginakan para sufi melalui qalb(hati)
 b. Ma’rifat aqliyah ialah: pendekatan yang digunakan oleh para teolog melalui akal(rasio)
 2. Ma’rifat sebenarnya adalah musyahadah qalbiyah (penyaksian hati), ma’rifat ini merupakan fitrah dalam hati manusia sejak azali.
 3. Ma’rifat dzu nun al-misri ini memiliki persamaan dengan gnosis ala Neo-platonik, yang menganggap sebagai jembatan menuju wahdad asy-syahid dan ijtihad (perpaduan dengan tuhan tanpa adanya perantara apapun).

 Disisi lain jasa paling besar dari dzu nun al-misri itu ialah doctrinal tasawufnya yang menetapkan kaharusan melewati maqamat dan ahwal dalam perjalanan para sufi menuju ma’rifat, dengan kata lain sejak dzu nun al-misri itu. Berkembanglah upaya para sufi untuk mendekatkan diri pada Allah yang dikenal dalam istilah maqomat dan ahwal.

4. KARYA-KARYANYA
 Diantara karya-karya yang terkenal dzu nun al-misri itu adalah mengklasifikasikan ma’rifat kedalam tiga bagian :
a. ma’rifat orang awam
b. ma’rifat para teolog (para ahli ilmu kalam) dan pilosif
c. ma’rifat para wali dan muqorrobin (orang yang dekat pada Allah ) mereka yang mengetahui allah melalui hati nuraninya.

 Menurut Harun nasution point yang a dan b belum dimasukkan dalam katagori ma’rifat yang hakiki tentang tuhan, melainkan disebut dengan ilmu sebab pada point tersebut cara berfikir mereka masih menggunakn akal untuk mengetahui tuhan sedangkan kita ketahui bersama akal itu masih memiliki keterbatasan dan kelemahan, dari semua asumsi yang telah disebutkan diatas jelaslah bahwasannya ma’rifat para wali dan muqorrobinlah yang paling tinggi tingkatannya sebab bukan diperoleh dari belajar melainkan diperoleh melalui Ilham yang diberikan oleh allah kadalam hati yang paling rahasia(sanubari)

BAB III
PENUTUP
Kesimpulan :

1. Dzu nun al-misri adalah nama julukan yang diberikan oleh allah kepadanya, nama beliau ialah abu al-faidh sauban bin ibrohim ia dikenal sebagai salah seorang yang luas ilmunya, karendahan hatinya dan budi pekertinya yang baik.
2. Pemikiran dzu nun al-misri adalah beliau mengklasifikasikan ma’rifat secara mendetail agar para sufi lebih mudah untuk memahami ajarannya, beliau menganjurkan untuk memenpuh ma’rifat, seseorang haruslah melewati maqamat dan ahwal.
3. Corak pemikiran dari dzu nun al-misri itu tergolong aliran irfani yang identik dengan maqamat dan ahwal yang memiliki Esensi tentang ma’rifat kepada allah.
4. Diantara karya yang paling terkenal beliau adalah mengklasifikasikan ma’rifat menjadi tiga bagian:
a. ma’rifat orang awam
b. ma’rifat para teolog (para ahli ilmu kalam) dan pilosif
c. ma’rifat para wali dan muqorrobin

DAFTAR PUSTAKA

Anwar rosihan, Ilham Tasawuf, Bandung: Pustaka Setia, 2006
As-siraj ath-thusi, al-lima, dar al-kutub al-hadisah maktabah al-mutsanna, Bagdad-Mesir, 1960.
Jumantoro totok, Kamus ilmu tasawuf. Amzam.
 Isa ahmad, Tokoh-tokoh Sufi, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2000
Mahmud, Abdul Qadir, Falsafah ash-Shufiyah fi al-Islam, dar al-fikr al-‘arabi, Kairo, 1966
The Inseclopedia, EJ. Bill.Leiden. 1993

  
  




  
read more “Tasawuf”