Problematika Pendidikan Islam

Pendidikan merupakan hal yang sangat komplek dan sangat di butuhkan oleh masyarakat karena pendidikanlah yang bisa membedakan manusia dengan hewan karena dalam proses pendidikan manusia pasti membutuhkan akal pikiran untuk berfikir.dalam hidupnyamanusia tidak hanya membutuhkan pendidikan umum tetapi pendidikan agama islam juga sangat dibutuhkan dan kita wajib mengerti dan memahami tentang semua yang terkandung.

Tapi hingga saat ini masih banyak di temui beberapa kendala yang menhambat berkembangnya pendidikan di Indonesia khususnya dalam lingkungan pendidikan agama masih saja di anak tirikan dan kita selalu di nomor duakan yang seolah-olah kita tidak ada di Indonesia baik dari pemberian fasilitas hingga jaminan setelah lulus dari lembaga agama.maka dari itu dengan adanya masalah ini kami bermaksud menulis makalah yang beerjudul “PROBLEMATIKA PENDIDIKAN ISLAM DI INDONESIA”

B. Rumusan Masalah
1. Pengertian Pendidikan Islam ?
2. Tujuan pendidikan islam ?
3. Masalah yang timbul pada pendidikan islam di Indonesia ?
4. Solusi untuk mengatasi masalah pendidikan di Indonesia ?

Pengertian pendidikan islam
Menurut bahasa kata “pendidikan” berasal dari bahasa arab yaitu “ tarbiyah” dengan kata kerja “rabba” dan artinya pengajaran.kata pengajaran dalam bahas arabnya adalah “ta’lim” dengan kata kerja “allama” yang mempunyai arti memberi tahu,mengajarkan, mendidik.

Sedangkan Menurut istilah pendidikan islam adalah pembentukan kepribadian muslim sehingga menjadi muslim yang sesuai dengan perintah agama dengan memiliki akhlak yang mulia.

Sedangkan Menurut pendapat para ahli adalah sebagai berikut :
1) Menurut Drs. Ahmad d. marimba mengatakan pendidikan islam adalah bimbungan jasmani, rohani berdasarkan hukum-hukum agama islam menuju kepada terbentuknya kepribadian utama Menurut ukuran-ukuran islam.

2) Menurut Mustafa al-ghulataini pendidikan islam adalah menanamkan akhlak yang mulia di dalam jiwa anak dalam masa pertumbuhannya dan menyiraminya dengan petunjuk dan nasehat sehingga akhlak itu menjadi salah satu kemampuan meresap jiwa kemudian buahnya berwujud keutamaan, kebaikan dan cinta bekerja untuk kemanfaatan tanah air.

3) Menurut syah muhamad A. Nauqib al-atas mengatakan pendidikan islam adalah usaha yang di lakukan pendidik terhadap anak didik untuk pengenalan dan pengakuan tempat-tempat yang benar dari segala sesuatu di dalam tatanan penciptaan sehingga membimbing ke arah pengenalan dan pengakuan akan tempat tuhan yang tepat di dalam tatanan wujud dan kepribadian.

4) Berdasarkan hasil seminar pendidikan islam si-indonesia pada tanggal 7 s/d 11 mai 1960 di cipayung bogor mengatakan pendidikan islam adalah bimbingan terhadap rohani dan jasmani. Menurut ajaran islam dengan hikmah mengarahkan, mengajarkan, melatih, mengasuh, dan mengawasi berlakunya semua ajaran islam.

Dari uraian tersebut maka dapat di ambil beberapa kesimpulan pendidik berbeda pendapat menitik beratkan segi pembentukan akhlak, dan sebagian menuntut membentukan teori dan praktek, tapi juga ada persamaannya yaitu pendidikan islam adalah bimbingan yang dilakukan oleh seorang dewasa kepada pendidik dalam masa pertumbuhan agar ia memiliki kepribadian muslim

Tujuan pendidikan islam
Menurut para ahli ada bermacam-macam tujuan pedidikan pendidikan yaitu sebagi berikut:
Menurut Drs. Ahmad D. Marimba fungsi tujuan itu da empat macam yaitu
• Mengakhiri usaha
• Mengarahkan usaha
• Tujuan merupakan titik pangkal untuk mencapai tujuan baik tujuan baru maupun tujuan lanjutan dari tujuan pertama.
• Memberi nilai (sifat( pada usaha-usaha itu .
Menurut imam ghozali tujuan pendidikan yaitu membentuk insan purnama baik di dunia maupun di akhirat. Menurutnya manusia dapat mencapai kesempurnaan apabila mau berusaha mencari ilmu dan selanjutnya mengamalkan fadilah melalui ilmu pengetahuan yang di pelajarinya .

Tujuan umum pendidikan islam adalah membina peserta didik agar menjadi hamba yang suka beribadah kepada alloh dengan mau mengobankan apapun hanya untuk bukti pengabdian kepada alloh. Sedangkan tujuan khususnya adalah mampu melaksanakan rukun islam.

Dalam pendidikan islam selain tujuan umum,khusus, sementara,akhir ada juga tujuan operasional yaitu menumbuhkan pola kepribadian manusia yang bulat melalui latihan kejiwaan, kecerdasan otak, penalaran, perasaan, dan indra.dalam tujuan ini peserta didik lebih banyak di tuntut untuk menonjolkan kemampuan pribadinya misalnya ia dapat berbuat, terampil melakukan, lancar mengucapkan, mengerti, mamahami, manghayati adalah sesuatub yang sangat kecil. Sehingga apabila penerapan insane kamil sudah ada pada diri anak ketika masih kecil akan terbentuklah insane kamil yang sempurna

masalah masalah pendidikan islam di Indonesia
masalah yang sudah sering terjadi dan ironisnya sampai sekarang masalah itu belum selesai untuk di perbincangkan adalah adanya dikotomi dalam system pendidikan dan ironisnya semua menganggap sebagai system penddikan yang modern dan tentunya sesuai dengan perkembangan zaman. Hal ini seharusnya tidaklah terjadi karena dualisme dikotomik yaitu system pendidikan barat yang di nasionalisasikan dengan menambah beberapa mata pelajaran islam.yang berasal dari zaman klasikyang tidak di perbaharui secara mendasar, mempunyai arah yang bertolak belakang.

Tidak perlu diterimanya system ini karena sejarah sudah membuktikan bahwa system pendidikan barat sering merusak islam yang pastinya akan menjadi penghambat dalam melendingkan islam secara kaffah dalam kehidupan umat.sejarah mencatat bahwa orang barat dahulu belajar kepada umat islam tapi sekarang sejarah justru terbalik orang islam belajar di barat .semua itu terjadi karena orang barat mampu mengolah epistemologiyang mereka pelajari di islam sedangkan orang islam hanya berpangku tangan melihat itu semua orang islam tidak mampu melahirkan cendikiawan yang mampu mengolah epistimologi sehingga dapat melahirkan karya-karya baru yang bisa berguna bagi umat manusia di dunia

Pendidikan islam kita sekarang ini setidak-tidaknya sedang dihadapkan pada empat masalah besar: masalah mutu, masalah pemerataan, masalah motivasi dan masalah keterbatasan sumberdaya dan sumberdana pendidikan.

1) Secara umum pendidikan kita sekarang ini tampaknya lebih menekankan pada akumulasi pengetahuan yang bersifat verbal dari pada penguasaan keterampilan, internalisasi nilai-nilai dan sikap, serta pembentukan kepribadian. Di samping itu kuantitas tampaknya lebih diutamakan dari pada kualitas. Persentase atau banyaknya lulusan lebih diutamakan daripada apa yang dikuasai atau bisa dilakukan oleh lulusan tersebut.

2) Pola motivasi sebagian besar peserta didik lebih bersifat maladaptif daripada adaptif. Pola motivasi maladaptif lebih berorientasi pada penampilan (performance) daripada pencapaian suatu prestasi (achievement) (Dweck, 1986), suatu bentuk motivasi yang lebih mengutamakan kulit luar daripada isi. Ijazah atau gelar lebih dipentingkan daripada substansi dalam bentuk sesuatu yang benar-benar dikuasai dan mampu dikerjakan.

3) Kualitas proses dan hasil pendidikan belum merata di seluruh tanah air. Masih ada kesenjangan yang cukup besar dalam proses dan hasil pendidikan di kota dan di luar kota, di Jawa dan di luar¸antar lembaga diknas dan depag yang begitu berbeda dalam pengelolaannya. Pendidikan kita sekarang ini masih belum berhasil meningkatkan kualitas hasil belajar sebagian besar peserta didik yang pada umumnya berkemampuan sedang atau kurang. Pendidikan kita mungkin baru berhasil meningkatkan kemampuan peserta didik yang merupakan bibit unggul.

4) Pendidikan kita sekarang, juga masih dihadapkan pada berbagai kendala, khususnya kendala yang berkaitan dengan sarana/prasarana, sumberdana dan sumberdaya, di samping kendala administrasi dan pengelolaan. Administrasi serta system pengelolaan pendidikan kita pada hakikatnya masih bersifat sentralistis yang sarat dengan beban birokrasi. Oleh karena itu persoalan-persoalan pendidikan masih sulit untuk ditangani secara cepat, efektif dan efisien.

Apabila kondisi pendidikan seperti ini berlangsung terus dan tidak bisa diubah, disangsikan apakah bangsa kita dapat bersaing dengan bangsa lain pada masa-masa yang akan datang. Dalam menghadapi persaingan dalam mengejar keunggulan, khususnya keunggulan dalam bidang ekonomi, manusia Indonesia harus bisa ditingkatkan kualitasnya. Manusia yang berkualitas hendaknya tidak diartikan sebagai manusia yang sekedar berpengetahuan luas, melainkan juga manusia yang terampil, ulet, kreatif, efisien dan efektif, sanggup bekerja keras, terbuka, bertanggung jawab, punya kesadaran nilai dan moral, di samping tentu saja beriman dan taqwa. Di samping itu, haruslah diupayakan agar sebagian besar manusia Indonesia dapat memiliki sifat-sifat tersebut. Sebagai suatu perbandingan, keberhasilan pendidikan Jepang terletak pada kesanggupannya meningkatkan kemampuan sebagian besar anak didik mereka dengan cara mendorong dan mengajar mereka bekerja keras sejak awal untuk mencapai prestasi yang maksimal dan tidak semata-mata mengandalkan pada bakat dan kemampuan alamiah. Sebaliknya, pendidikan Amerika lebih mengandalkan hasil pendidikannya dari anak-anak yang memiliki kemampuan tinggi (Gordon, 1987; Sidabalok, 1989).

Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 telah meletakkan landasan bagi pembangunan system pendidikan Nasional yang dapat dijadikan sebagai titik acuan dalam pengembangan pendidikan lebih lanjut. Apabila kita percaya bahwa kemampuan survival bangsa kita di masa-masa yang akan datang ditentukan oleh kualitas sumberdaya manusia yang dimilikinya, begitu juga apabila kita percaya bahwa pendidikan merupakan cara terbaik untuk meningkatkan kualitas sumberdaya manusia, maka system pendidikan Nasional harus diupayakan agar dapat memecahkan masalah serta mengatasi kendala-kendala yang disebutkan di atas.


Usaha-Usaha Ke Arah Pemecahan Masalah
Sesuai dengan masalah-masalah yang telah dikemukakan di atas, maka tugas utama dalam pelaksanaan system pendidikan sehingga dapat menghasilkan tenaga kerja berkualitas yang kompetitif untuk bersaing setidak-tidaknya dengan tenaga kerja lain di diknas. Perjuangan dalam meningkatkan mutu pendidikan menuntut adanya kerja keras dari semua tenaga kependidikan serta kerjasama antara sesama pendidik

Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional tidak secara eksplisit mengatur masalah mutu pendidikan, melainkan hanya menyebutkan faktor-faktor yang secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi mutu pendidikan, seperti: tujuan pendidikan, peserta didik, tenaga kependidikan, sumberdaya pendidikan, kurikulum, evaluasi, pengelolaan dan pengawasan.

Mangieri (1985 : 1) menyebutkan 8 faktor yang paling sering disebut-sebut sebagai faktor yang mempengaruhi mutu pendidikan. Kedelapan faktor tersebut adalah; kurikulum yang ketat, guru yang kompeten, ciri-ciri keefektifan, penilaian, keterlibatan orang tua dan dukungan masyarakat, pendanaan yang memadai, disiplin yang kuat, dan keterikatan pada nilai-nilai tradisional. Komisi Nasional mengenai keunggulan dalam bidang pendidikan Amerika dalam laporannya yang terkenal berjudul A Nation at risk merekomendasikan bahwa keunggulan (exelence) dalam bidang pendidikan dapat diwujudkan melalui cara-cara berikut: menambah banyaknya pekerjaan rumah, mengajar siswa sejak permulaan keterampilan belajar dan bekerja, melakukan pengelolaan kelas yang lebih baik, sehingga waktu sekolah bisa dimanfaatkan semaksimal mungkin, menerapkan aturan yang tegas mengenai tingkah laku di sekolah dan mengurangi beban administrasi guru.

Persoalan kedua adalah bagaimana mendemokratiskan system pendidikan dalam arti yang sesungguhnya. Semua pasal 4, 5, dan 6 UU No. 20 Tahun 2003 mengatur agar sistem pendidikan Nasional kita memberikan kesempatan yang sama kepada semua warga negara untuk memperoleh pendidikan secara demokratis. Namun dalam praktek, kesempatan tersebut baru terbatas pada kesempatan yang sama dalam memperoleh pendidikan - yang cukup banyak diantaranya masih berkualitas rendah - belum kesempatan yang sama untuk memperoleh pendidikan yang berkualitas tinggi. Pendidikan yang rendah kualitasnya tidak banyak artinya dalam kehidupan. Karena kualitas ditentukan oleh biaya, pendidikan yang berkualitas baru bisa dinikmati oleh sebagian kecil warganegara yang memiliki kelebihan dalam kemampuan intelektual maupun kemampuan ekonomis.

Usaha untuk mendemokratiskan serta memeratakan kesempatan memperoleh pendidikan yang berkualitas antara lain dapat dilakukan dengan menstandardisasikan fasilitas lembaga penyelenggara pendidikan dan menyelenggarakan kewajiban belajar. Semua lembaga pendidikan yang sejenis, apakah lembaga pendidikan tersebut berada di Jawa atau di luar Jawa perlu diusahakan agar memiliki fasilitas pendidikan yang setara dan seimbang: antara lain dalam bentuk gedung yang memadai, perlengkapan serta peralatan belajar yang mencukupi, kualifikasi guru yang memenuhi syarat dengan system insentif yang mendorong kegairahan kerja, dan satuan pembiayaan yang sesuai dengan kebutuhan nyata. Standarisasi fasilitas dan kondisi pendidikan diharapkan dapat menghasilkan standardisasi mutu. Dengan cara ini pada saatnya nanti, anak-anak yang berdomisili di luar Jawa tidak banyak lagi yang menginginkan bersekolah di Jawa, karena mutu pendidikan di daerah mereka setara atau malahan lebih tinggi dibandingkan dengan mutu pendidikan di Jawa.

Kewajiban belajar merupakan upaya lain untuk mendemokratiskan kesempatan memperoleh pendidikan. Melalui kewajiban belajar yang diselenggarakan dan dibiayai oleh negara, semua anak Indonesia akan memperoleh kesempatan untuk mengikuti pendidikan sampai pada usia atau tingkat pendidikan tertentu. Melalui kewajiban belajar usaha untuk menaikkan tingkat pendidikan sebagian besar warga-negara dapat dilakukan secara lebih cepat. Pasal 34 ayat 1 UU No. 20 Tahun 2003 menyatakan bahwa setiap warganegara yang berusia 6 (enam) tahun dapat mengikuti program wajib belajar.

Sementara itu ayat 2 menegaskan bahwa pemerintah dan pemerintah daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya. Bahkan pada ayat 3 mengatakan bahwa wajib belajar itu merupakan tanggung jawab negara. Mengingat demikian vitalnya peranan wajib belajar dalam upaya peningkatan kemampuan warganegara, maka peraturan pemerintah yang akan mengatur pelaksanaannya perlu segera dikeluarkan, sebagaimana yang dicantumkan dalam pasal 4 pasal 34.

Sulit diterima kalau ada orang yang mengatakan bahwa anak-anak yang hidup pada masa sekarang ini kurang cerdas bila dibandingkan dengan anak-anak dari generasi sebelumnya. Namun demikian, ada bukti-bukti yang menunjukkan bahwa prestasi belajar anak-anak sekarang ini untuk beberapa bidang studi tertentu cukup memprihatikan. Satu-satunya alasan yang bisa dipergunakan untuk menerangkan gejala ini adalah bahwa mereka kurang memiliki motivasi untuk belajar. Mereka pada umumnya kurang tekun, cepat menyerah kalau menghadapi kesulitan, dan lebih menyukai pelajaran yang mudah daripada pelajaran yang sukar. Oleh karena itu, adalah merupakan tanggung jawab semua pendidik untuk menanamkan kesadaran kepada peserta didiknya akan pentingnya usaha dan kerja keras dalam belajar.

Daftar pustaka

Zakiyah daradjat, ilmu pendidikan islam,bumi aksara,Jakarta,2006.
nur uhbiya dan abu ahmadi, ilmu pendidikan islam 1,pustaka setia,bandung,1997
Drs. Ahmad D. Marimba, pengantar filsafat pendidikan islam, PT. Al-Ma’arif, bandung, 1980
abuddin nata, managemen pendidikan mengatasi kelemahan pendidikan islam di Indonesia,kencana,Jakarta 2003
muslih usa,pendidikan islam di Indonesia,tiara wacana yogya,1991